Minggu, 27 September 2009

BE BETTER AFTER RAMADHAN

Alhamdulillah, atas izin Allah SWT kita semua masih diberi kesempatan untuk merayakan hari raya kita bersama, Hari raya Iedul Fithri 1430 H. Setelah sebulan lamanya kita melaksanan ibadah shaum dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridho Allah SWT, kini saatnya kita merayakan hari kemenangan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Namun bukan hanya perayaan yang kita pikirkan di hari besar ini, melainkan juga introspeksi (muhasabah) diri. Apakah shaum kita selama sebulan ini diterima oleh Allah? Apakah shaum kita menjadi momentum kebangkitan dan perbaikan diri kita? Jawabannya ditentukan oleh aktivitas kita pasca Ramadhan. Jika pasca Ramadhan terjadi peningkatan kualitas iman dan prestasi, maka bisa dikatakan shaum kita berhasil, Namun jika pasca Ramadhan kita tidak ada bedanya dengan sebelumnya, atau bahkan lebih buruk, maka bisa dikatakan shaum kita hanya sekedar menahan diri dari lapar dan dahaga. Apalagi bagi orang yang tidak shaum tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i.

Rasulullah bersabda:
“Jatuh ke tanah hidung seseorang (Alangkah hinanya seseorang), ia memasuki bulan Ramadhan, kemudian ia lepas dari bulan Ramadhan sebelum diampuni dosa-dosanya.”
Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang hina karena Ramadhan yang kita lalui hanya numpang lewat saja, tidak ada manfaatnya sama sekali.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar Walillaaahilhamd!
Hadirin yang dimuliakan Allah!
Jikalau kita sudah berhasil melaksanakan ibadah shaum di bulan suci Ramadhan, maka alangkah baiknya jika kita lebih berhati-hati dan memperhatikan prinsip-prinsip utama dalam kehidupan, sehingga di bulan-bulan yang akan datang, kita tidak tergelincir ke jalan yang salah, sehingga ibadah shaum kitapun menjadi sia-sia. Minimal ada tiga prinsip utama yang jika kita hayati dengan benar akan membantu kita menjalani kehidupan lebih baik lagi.

I. PRINSIP MANUSIA
Motivasi manusia dalam menjalani kehidupan ini, secara umum tidak terlepas dari tiga pertanyaan mendasar. Mau Jadi apa? (Tobe) Apa Yang ingin dimiliki? (To have) Sejauh mana kemampuan yang dimiliki?(Valensi) .
Pertanyaan Pertama, Motivasi manusia dalam beraktivitas biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan. Mau jadi apa saya? Jawaban dari pertanyaan itulah yang akan mengakibatkan seseorang mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Walaupun ada juga orang yang tidak memiliki keinginan yang jelas tentang mau jadi apa dirinya. Biasanya orang yang seperti ini tidak mempunyai arah hidup yang jelas, tidak punya pendirian, dan selalu terombang-ambing oleh hembusan angin zaman.

Langkah awal dari kesuksesan seseorang adalah dia memiliki cita-cita atau mimpi besar. Keinginan untuk menjadi apa atau menjadi siapa bisa menjadi penuntun kemana arah yang ia tempuh. Dalam konteks keduniaan, pilihan dari keinginan itu bisa berupa jenis karier yang akan dipilihnya, serta level kualitas dirinya dalam karier yang dipilihnya . Dalam konteks spiritual, Pertanyaan ini bisa dijawab dengan apakah kita akan menjadi hamba yang biasa-biasa saja, atau hamba yang luar biasa? Atau hamba pilihan Allah? Aktivitas yang kita lakukan adalah merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanya an tersebut.

Pertanyaan Kedua adalah, Apa yang ingin kita miliki? (To have) Keinginan seseorang untuk memiliki sesuatu biasanya menuntun seseorang untuk berusaha sekuat tenaga meraihnya. Sebagian dari kita mungkin menjadikan harta menjadi target utama yang ingin dimiliki. Sebagian lagi menginginkan untuk memiliki pasngan hidup serta keluarga yang baik, atau mungkin juga banyak hal-hal lain yang ingin dimilikinya. Dalam konteks spiritual, keinginan untuk memiliki biasanya berupa keinginan untuk memiliki pahala. Seberapa banyak pahala yang ingin kita miliki? karena semakin banyak pahala yang dimiliki, akan semakin banyak pula media yang akan menyelematkan seseorang dari kebinasaan, dan semakin banyak media yang akan membantunya meraih keberuntungan.

Pertanyaan Ketiga adalah Sejauhmana kemampuan yang kita miliki? (Valensi). Seseorang akan terpacu untuk memiliki keahlian di bidang tertentu yang sesuai dengan minatnya. Keahlian itu akan menjadi bekal bagi dirinya untuk meraih kesuksesan. Dalam konteks keduniaan keahlian setiap orang akan berbeda sesuai dengan profesi yang digelutinya. Dalamkonteks keagamaan, kemampuan seseorang akan dilihat dari seajuh mana kemampuannya untuk beribadah sesuai contoh rasulullah. Sejauhmana usaha dia untuk memahami praktik-praktik ibadah, sehingga pada akhirnya kita bisa melihat ada orang yang melaksnakan ibadah hanya sekedar menunaikan kewajiban belaka, namun ada juga yang dengan serius menggali dan mencari bagaimana ibadah yang sesuai dengan petunjuk Allah dan dicontohkan oleh rasulullah SAW. Kemampuan sesorang untuk melaksanakan praktik ibadah dengan baik akan membuat seseorang meraih kesuksesan menjadi hamba Allah terbaik, dan mendapatkan ketenangan hidup yang luar biasa.

Dari ketiga hal di atas, keinginan untuk menjadi apa (To be) dan keinginan untuk meningkatkan kemampuan (Valensi) sebaiknya menjadi target utama kita. Sementara keinginan untuk memiliki (To Have) secara otomatis akan diraih jika kedua hal tadi (To be dan valensi) dilaksanakan dengan maksimal. Kesempurnaan manusia terletak pada kemampuannya untuk memilih, termasuk memilih bagaimana ia akan menjalani hidupnya. Raihlah sukses jangka panjang dunia dan akhirat dengan cara memilih untuk menginggikan To be dan valensi , serta merendahkan To have. Jadilah seorang expert yang senantiasa terinspirasi untuk berilmu, bersyukur, dan bersabar, baik adalam kehidupan dunia maupun kehidupan spiritual.

II. PRINSIP ALAM
Allah SWT menciptakan alam semesta dengan hukum-hukumnya yang bersifat pasti. Hukum alam merupakan bentuk kepastian yang diciptakan oleh Allah dan diperputarkan oleh Zat Yang Maha Menguasai, yaitu Sang Khalik Allah SWT.Sebagai contoh adalah hukum gravitasi bumi. Peredaran matahari dan bulan, serta fenomena alam lainnya yang sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah SWT.
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya siang dan malam ada tanda-tanda kekuasaan bagi orangyang berakal”. (Q.S. Ali-Imran:190)
Salah satu hukum alam yang jika kita fahami akan sangat berguna bagi penuntun aktivitas kehidupan kita adalah Hukum Kekekalan Energi.
Sebagai makhluk Tuhan, manusia terikat pada Hukum Kekekalan Energi (HKE). Semua energi yang masuk ke dalam tubuh, akan kita salurkan keluar dalam bentuk yang berbeda-beda. Namun energi yang keluar dan yang masuk ke dalam tubuh kita jumlahnya sama. HKE pada manusia memiliki perbedaan dengan HKE pada makhluk lainnya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk lainnya. Perbedaan itu diantaranya adalah bahwa energi pada manusia bersifat kualitatif, terkait dengan baik dan buruk. Pendeknya, jika manusia mengeluarkan energi kebaikan (Epos) maka akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Dan sebaliknya , jika manusia ,mengeluarkan energi kejelekan (Energi negative) maka ia akan memperoleh hasil yang negatif pula.

Energi di alam ini akan tetap seimbang sampai hari kiamat tiba. Demikian pula energi pada manusia harus seimbang. Jika seseorang mengeluarkan energi positif (kebaikan) maka ia akan mendapatkan hasil kebaikan (bisa berupa keberuntunga, kesuksesan, dll) yang seimbang dengan usaha yang dilakukannya. Demikian pula sebaliknya. Hanya saja hasil dari energi yang dikeluarkan tidak mesti langsung dirasakan pada saat tersebut. Bisa jadi sebagiannya langsung dirasakan pada saat itu, dan sebagian lagi menjadi tabungan energi yang akan dicairkan di masa depan. Kapan waktunya? Hanya Allah yang Maha Tahu. Hanya yang pasti, sebelum meninggal dunia semua tabungan energi yang dimiliki oleh sesorang (baik yang positif maunpun negatif) akan dicairkan agar keseimbangan itu tetap terjaga.

Hal lain yang harus diperhatikan juga, bahwa energi yang kita keluarkan ke seseorang tidak mesti balasannya akan muncul dari orang tersebut. Oleh karena itu, janganlah berhenti menyebarkan energi positif kepada siapapun, bahkan kepada orang yang tidak tahu terima kasih sekalipun. Balasan dari kebaikan yang kita lakukan kepada seseorang bisa jadi akan didapatkan dari orang lain. Begitu juga kejahatan yang kita lakukan kepada seseorang akan mendapatkan balasan yang tidak harus dari orang tersebut.
Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarrah, pasti akan diketahui, dan Barangsiapa yang melakukan kejahatan sebesar biji zarrah, pasti akan diketahui.”(Q.S. Az-Zalzalah: 6-7)

Alam memiliki seperangkat hukum yang mengikat seluruh makhluk di dalamnya. Hukum kekekalan energi menjamin bahwa tidak ada energi di dunia ini yang sia-sia. Anda akan mendapatkan hasil usaha yang sama dengan jumlah usaha Anda. Perbanyaklah mengeluarkan energi positif dan jauhi energi negatif, maka Anda akan menjadi orang yang paling beruntung di dunia.
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna. Dan mereka itu di dunia tiada dirugikan”. (Q.S. Hud: 15)


III. PRINSIP TUHAN
Tuhan kita, Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa, satu-satunya, tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Allah SWT yang menciptakan dan menguasai seluruh alam ini. Allah SWT yang mengatur alam ini bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya. Allah SWT yang menciptakan manusia dengan segala karakteristiknya. Allah SWT memiliki 99 Nama. Dimana ke-99 nama tersebut merupakan simbol dari sifat-sifatnya. Sebagai pencipta, Allah menciptakan makhluk yang sama sekali berbeda dengan-Nya. Khusus bagi manusia, Allah memberikan keistimewaan dengan ditiupkan ruh Allah kepadanya. Keistimewaan tersebut tentu saja tidak mengakibatkan manusia menjadi sama dengan Allah SWT. Namun dibanding makhluk-mahkluk lain, manusia memiliki kelebihan dengan diberinya kemapuan untuk meneladani sifat-sifat Allah.
Allah lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy , dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan”. (Q.S. Ar-Ra’d:2)
“Maka apabila Aku menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ruh-Ku ke dalamnya “.(Q.S. Al-Kahfi: 29)

Yang dimaksud dengan prinsip Tuhan adalah sebuah eksistensi dan prinsip-prinsip yang hanya dimiliki oleh Allah , dan kita sebagai makhluk-Nya harus berupaya untuk meneladaninya. Eksistensi Allah ini disebutkan dalam istilah agama dengan Nama/Sifat-sifat Allah. Dan yang pasti, Nama/Sifat Allah ini semuanya positif, tidak ada satu nama/sifat Allah yang berkonotasi negatif.
Allah memiliki sifat Maha Pengasih dan Penyayang, maka kita sebagai manusia punya kewajiban untuk menjadi penebar rasa kasih sayang dari Allah Tersebut. Jika Allah memiliki sifat Maha pengampun, maka kita berkewajiban untuk bisa memberi maaf kepada orang lain. Jika Allah memiliki sifat Maha Pemberi rizqi, maka kita sebagai hamba-Nya berkewajiban untuk banyak memberi kepada orang lain yang membuthkan.

Ketika kita menebarkan dan meneladani pancaran dari sifat-sifat Allah tersebut, maka seolah-olah kita sedang menjadi gardu bagi tersebarnya cahaya Allah di muka bumi ini. Tugas dan kewajiban kita sebagai hamba Allah, berkaitan dengan prinsip-prinsip Tuhan tersebut adalah dengan berusaha sekuat tenaga untuk mampu menjadi gardu penebar cahaya Ilahi di dunia ini. Tentu saja ketika kita mampu menjadi gardu penebar energi positif dari Allah di muka bumi, maka akan banyak keuntungan yang kita peroleh, dianataranya:
Pertama, Kita akan memperoleh kesuksesan (Harta, Tahta, Kata, Cinta) di tingkatan yang lebih baik. Ketika kita mengeluarkan energi positif (kebaikan), maka kita akan memperoleh hasil yang positif pula. Apalagi ketika kita melakukan itu dengan penuh kesadaran sebagai gardu Epos (Energi Positif) Allah SWT, maka bobot kesuksesan yang diraih akan menjadi berlipat ganda. Harta, Tahta, Kata, dan Cinta sebagai simbol kesuksesan pun akan memiliki kualitas dan bobot yang berbeda ketika kita menjadi Gardu Epos Allah SWT.
Kedua, Dengan menjadi gardu epos Allah, perjalanan hidup kita akan terjaga. Kesadaran diri sebagai gardu Epos Allah, akan membawa kita untuk berhati-hati sehingga tidak salah jalan melakukan hal-hal yang bisa mencelakakan diri kita dan orang lain. Diri kita akan lebih terjaga dari perbuatan kotor, musibah, kecelakaan, dan akibat-akibat jelek lainnya.
Ketiga, Dengan menjadi gardu epos Allah, kita akan dipenuhi keberuntungan. Apabila kita senantiasa mencari dan menjadi gardu epos, maka kita akan memiliki tabungan epos yang melimpah. Oleh sebab itu hidup kita akan dipenuhi oleh berbagai keebruntungan , hidup terasa lebih ringan, bahagia, dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan.
Keempat, Dengan menjadi gardu epos,kita akan mampu menembus semua keterbatasan. Kekuatan utama seorang gardu epos adalah tujuan hidupnya yang mulia. Tujuan ini lahir dari nuraninya sebagai hasil dari “percakapannya” dengan Allah SWT. Tujuan inilah yang memberinya kekuatan untuk menembus semua keterbatasan yang ada, dan memberinya kekuatan untuk menciptakan prestasi-prestasi besar.

Allaahu Akbar! Allaahu Akbar Walillaahilhamd.
Iedul Fithri 1430 H kali ini, hendaknya dijadikan momentum kebangkitan bagi kita umat Islam. Umat harus disadarkan, bahwa tantangan kehidupan semakin berat dan kompleks, serangan terhadap Islam juga semakin meluas, baik dengan cara yang halus bahkan yang kasar sekalipun. Untuk menghadapinya, maka sebaiknya umat Islam berkonsentrasi pada peningkatan prestasi diri. Tanya lagi kepada diri kita, mau jadi apa kita hidup di dunia ini, dan sudah sejauh mana kemampuan kita untuk menjalani hidup. Jawaban atas pertanyaan itu adalah dengan kerja keras mewujudkan cita-cita dan mimpi besar kita sambil terus meingkatkan kemampuan diri. Setelah itu, jadilah gardu-gardu penebar energi positif, penebar cahaya Ilahi dengan meneladani sifat-sifatnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika setiap individu muslim mampu melakukan semua itu, dan individu muslim menjadi orang yang sukse sekaligus mulia di sisi Allah SWT, maka musuh-musuh Islam pun tidak akan dengan leluasa melemahkan Islam. Dan Islam akan menjadi tinggi dan tidak ada yang lebih tingi dari Islam. Dan semua itu tergantung usaha dan doa kita untuk memberi kontribusi bagi tegaknya ajaran dan cahaya Allah di muka bumi ini.
Lanjutkan kehidupan ini dengan prestasi besar, jangan menyerah, dan jangan berhenti. Seperti ungkapan mutiara dari Buya Hamka: “Berani hidup tak takut mati; Takut mati jangan hidup; Takut hidup mati saja.”