Jumat, 26 November 2010

Fokuslah Bila Anda Ingin Hebat !!

Jika Anda ingin menjadi master di bidang tertentu ingatlah kata-kata ini: "berfokuslah pada satu hal atau keterampilan dengan kesetiaan tanpa henti untuk terus melakukan perbaikan, dan berkeinginan kita menjadi yang terbaik". Fokus!! Perbaikan tiada henti dan keinginan kuat menjadi yang terbaik adalah bahan bakar utama untuk menjadi seorang spesialis. Dan sebagian mayoritas orang besar berasal dari seorang spesialis.

B.J. Habibie adalah seorang spesialis di bidang pesawat terbang. Apakah kesuksesannya murni merupakan karunia alam? Tentu saja jawabannya tidak. Ia mengambil apa yang diberikan alam kepadanya dan menjalankan formula tadi; fokus ditambah perbaikan terus tiada henti dan keinginan kuat untuk menjadi yang terbaik. Lelaki kelahiran Pare-Pare ini tidak ingin menjadi yang terbaik di lima bidang yang berbeda. Misalnya, ia tidak ingin ahli di bidang kereta api atau kendaraan berida empat. Mantan Presiden RI ke tiga ini hanya ingin hebat pada bidang pesawat terbang. Dan ia berhasil.

Michael Jordan fokus pada basket. Cristiano Ronaldo fokus pada sepakbola. Muhamad Yunus fokus pada microfinance. Bill Gates fokus pada software development computer, Dedi Mizwar fokus pada film. Yusuf Mansur fokus pada ilmu sedekah. Hermawan Kertajaya fokus pada dunia marketing. Mereka dan banyak orang lainnya tidak memecah fokus yang ditekuninya. Dan mereka berhasil.

Thomas A Edison mendaftarkan 1.093 paten. Ia juga menemukan bola lampu hingga gramofon. Lelaki yang pernah dicap idiot oleh gurunya ini tidak mencoba untuk menjadi pedagang besar, penyair terkenal, dan musisi ternama. Ia hanya berfokus pada penemuan-penemuannya. Ia juga memperbaikinya setiap hari. Dan selalu terdorong untuk menjadi penemu hebat dan memberi manfaat bagi dunia. Selanjutnya, ia membiarkan waktu yang menciptakan keajaiban. Dan ternyata, keberhasilan mengetuk pintu bagi orang-orang yang memang fokus pada bidangnya. Mereka para spesialis.

Mungkin Anda ingat akan kisah Pablo Picasso. Suatu hari, seorang wanita melihatnya di pasar dan ia mengambil secarik kertas. ”Tuan Picasso, saya adalah penggemar Anda. Maukah Anda menggambar sedikit untuk saya?” Picasso dengan gembira memenuhi permintaan itu dan menggoreskan sebentuk seni di atas kertas yang diberikan. Sambil tersenyum ia mengembalikan kertas itu sambil berkata, ”Nilai kertas ini bisa jutaan dolar lho.” Wanita itu bingung dan berkata, ”Tapi tuan Anda hanya perlu waktu 30 detik untuk menghasilkan mahakarya ini.” Sambil tertawa Picasso menjawab, ”saya membutuhkan waktu 30 tahun agar dapat menghasilkan mahakarya dalam waktu 30 detik.”

Ketahuilah apa kelebihan Anda. Temukan talenta Anda, lalu berusaha keraslah sekuat tenaga untuk memoles talenta Anda. Ketahuilah apa yang menjadi bagian terbaik dalam hidup Anda. Anda sangat ahli dan menyenangi hal itu. Bahkan Anda terkadang gelisah ketika Anda tidak melakukan hal itu. Mungkin Anda seorang komunikator yang jago dalam bergaul. Mungkin Anda ahli dalam hal memperlancar keadaan. Mungkin Anda seorang inovator yang mampu melahirkan sesuatu yang baru. Mungkin Anda orang yang tekun menjalankan bisnis walau hasilnya kecil namun volumenya besar. Atau Anda seorang yang ahli memberikan nilai tambah sehingga Anda mampu menjual produk yang sama namun dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Temukan kelebihan Anda, lalu kembangkan. Fokuslah pada kelebihan Anda dan terus menerus diasah, lakukan perbaikan terus menerus, dan berkomitmenlah untuk menjadi yang terbaik di bidang Anda. Saya yakin tak lebih sepuluh tahun dari sekarang Anda akan menjadi orang yang hebat di bidang Anda. Mungkin orang akan membicarakan atau menulis tentang Anda.

Mari bertaruh dengan saya. Jika Anda sudah menemukan talenta Anda dan mencurahkan waktu setiap hari untuk mengasah talenta itu dan terus menerus memperbaikinya serta berkomitmenlah untuk menjadi yang terbaik di bidang itu, tak lebih dari 10 tahun yang akan datang Anda telah menjadi seorang yang hebat. Ketika itu bawalah hadiah kepada saya, karena saya telah memenangkan pertaruhan ini. Bila Anda gagal, itu karena Anda ingin hebat disemua hal sehingga fokus Anda pecah. Akhirnya Andapun tak mendapatkan semua hal itu.

Jamil Azzaini, Inspirator SuksesMulia

Sabtu, 20 November 2010

Siapa Bersungguh-sungguh, Ia Mendapatkannya

Man Jadda Wa Jada.” (Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya)

Kemiskinan bukanlah akhir dari segalanya. Bahkan, boleh jadi, justru kemiskinanlah yang menjadi ‘cambuk’ penyemangat dan motivasi untuk menggapai cita-cita yang tinggi. Itulah yang dilakukan oleh Hadi beberapa puluhan tahun silam. Tak pingin terpuruk terus menerus dalam hal ekonomi, Hadi nekat untuk terus melanjutkan sekolah, sekalipun keinginannya tersebut bertentangan dengan kehendak kedua orang tuanya. Ia menyadari, bahwa, hanya ilmulah yang mampu mengangkat derajat keluarganya, khususnya, dirinya sendiri dari ketidakberdayaan hidup, terutama masalah ekonomi, “Nabi SAW kan pernah bersabda, bahwa barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, maka ilmulah kuncinya” ujar Hadi menyitir salah satu hadits Nabi Muhammad SAW.

“Siapa yang akan membiayai sekolahmu? Wong makan saja kita sulit. Sudahlah, bantu saja bapak ngaret atau nyari kayu di hutan, ndak usah mikirin sekolah”. Demikianlah jawaban yang diterima Hadi, ketika ia menuturkan keinginannya untuk melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi lagi.

Waktu itu, Hadi baru lulus SD. Sekalipun dapat balasan yang negatif dari orangtua, tidak membuat Hadi uring-uringan. Dia faham, bahwa kondisilah yang menyebabkan mereka memiliki pemikiran demikian. sebab itu, dia menjelaskan kepada kedua orang tuanya, soal biaya sekolah, dia tidak akan membebani mereka, ”Saya akan mencari uang sendiri untuk biaya sekolah. Yang terpenting, ibu dan bapak mengizinkan saya sekolah,” tegas Hadi waktu itu, yang kemudian dikabulkan oleh ibu dan bapaknya.

Dari segi finansial, memang, waktu itu, keluarga Hadi tergolong keluarga papa. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk makan saja, mereka masih kelepotan. Hampir setiap hari, yang menjadi menu utama mereka adalah nasih putih dan sepotong tempe atau ikan asin, ”kalau lauknya ikan asin, semuanya harus habis, hatta kepala dan tulang-tulangnya. Kalau tidak, ibu akan marah. Dibilang mubadzir” kenang Hadi.

Karena itu, nyaris masa kanak-kanaknya digunakan untuk membantu orang tua menyari kayu atau merumput di hutan. Setiap sepulang sekolah, dia langsung tancap gas untuk menunaikan tugas-tugas tersebut, tak peduli panasnya terik sinar matahari atau derasnya guyuran hujan. Jadi, bisa dibilang, sejak dini, Hadi telah terlatih untuk hidup mandiri. Sebab itu, senyum sumringah nampak di wajahnya, ketika orang tuanya mengabulkan permohonannya untuk melanjutkan studi, sekalipun harus berjuang sendiri.

Merantau

Tidak lama setelah itu, Hadi kecilpun mulai menyusun rencana. Dia putuskan untuk melanjutkan sekolah di salah satu sekolah Islam yang berlokasi di kota Surabaya. Padahal, daerah kelahirannya itu Lamongan. Jarak antar keduanya (Lamongan-Surabaya) ± 90 km.

Tidak berapa lama setibanya di kota pahlawan tersebut, Hadi langsung bergerak untuk mencari biaya hidup. Berbagai macam pekerjaan pernah dilakoni, salah satunya adalah sebagai sales roti. Jangan dibayangkan, dalam mengedarkan barang-barangnya, Hadi menggunakan sepedah motor, sehingga mempermudah jarak tempuh. Tidak sama sekali. Dia menggunakan sepedah pancal. Hampir setiap hari, Hadi harus menempuh berkilo-kilo meter perjalanan dengan mengayuh sepedah untuk menjajakan jualannya.

Selain tekun bekerja, ada kelebihan lain yang dimiliki Hadi. Dia mampu membaca peluang bisnis. Dan keistimewaan inilah yang kemudian hari, menyebabkannya menjadi orang sukses. Pernah suatu hari, kenangnya, dia menghadap kepala sekolah, untuk mengajukan diri menjadi fasilitator dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekolah/guru. –misal- pembuatan seragam guru. Bagai kejatuhan buah duren, sang-kepala sekolah pun mengabulkan. Dan dari sini, penghasilan Hadi mulai bertambah. Bahkan, meskipun tidak banyak, dia mampu mengirimi keluarganya uang, untuk belanja atau sebagai tambahan biaya sekolah adik-adiknya.

Siswa Berprestasi

Hadi bukanlah tipe anak yang hanya piawai dalam mencari ma’isyah (kehidupan). Dalam hal intelektualitas, dia juga tidak ketinggalan. Terbukti, hampir setiap semesteran, nilainya selalu yang terbaik, sehingga berhak mendapatkan beasiswa dari pihak sekolah. Terang saja, kondisi demikian sedikit-banyak telah meringankan biaya hidupnya.

Selesai mengetaskan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Hadi langsung melanjutkan sutidanya (SMA) di almamater yang sama. Prestasi-prestasi akademis, terus dia peroleh, sehingga nyaris dia tidak pernah membayar uang sekolah.

Terakhir beasiswa dia dapatkan ketika dirinya dinyatakan lulus di salah satu Universitas Negeri ternama di kota yang sama, Surabaya. Hal ni diberikan pihak sekolah untuk jangka waktu satu semester kepadanya, sebagai bentuk apresiasi, karena Hadi merupakan alumnus pertama sekolah tersebut yang mampu lulus di universitas negeri,”sebelumnya tidak pernah ada yang lulus”, paparnya.

Ada kenangan yang tak terlupakan oleh Hadi, ketika dia dinyatakan lulus SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasis Baru) di universitas tersebut. Perasaan senang dan bingung, bahagia dan sedih bercampur aduk mengiringi kesuksesannya. Betapa tidak, sebagai calon mahasiswa, tentu dia bangga dengan kekeberhasilannya. Akan tetapi, di lain pihak, dia juga dibingungkan dengan biaya kuliah yang pastinya tidak sedikit.

Di tengah kekalutannya tersebut, Hadi memutuskan untuk berkonsultasi dengan pihak keluarga, terutama kepada sang-ayah dan ibu. Mendengar tuturan dari buah hatinya, air mata sang-ibu tak terbendung, membasahi kedua pipinya. Dengan suara agak tertahan oleh isakan tangis bahagia, perempuan tersebut menyerahkan sesuatu pada Hadi, ”Ini maskawin ibu. Ambillah untuk biaya kuliahmu,” tuturnya yang membuat Hadi agak merinding mendengarnya, yang kemudian juga mencucurkan air mata. Pada awalnya, pemberian tersebut ditolak oleh Hadi, namun, karena melihat begitu kerasnya keinginan bundanya tersebut, Hadipun mengambilnya sebagai bekal untuk kuliah.

Emas tersebut kemudia dijual oleh Hadi. Sebagian untuk biaya kuliah dan biaya hidupnya, sebagian lagi, untuk membuka bisnis warung kecil-kecilan. Setelah menyelesaikan studinya, yang memang fokus mengambil jurusan ekonomi, Hadi langsung terjun kelapangan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh.

Bisnis di area pelabuhan adalah incarannya. Hal itu dipilih, karena dia yakin bahwa pelabuhan merupakan pusat dari kegiatan ekonomi, ”Di sinilah (pelabuhan), seluruh barang-barang ekspor/impor mangkal untuk pertama kali, sebelum diedarkan ke seluruh daerah/negara. Peluang ini yang saya tangkap”. terangnya menuturkan alasannya. Berkat keuletan Hadi, tak ayal, dari tahun ke tahun bisnisnya terus berkembang. Bahkan, kini Hadi telah menjadi salah satu milioder. Dia telah memiliki ratusan kayawan/karyawati. Bisnisnyapun telah melebar ke penyewaan villa, butik, apotik, dan lain-lain. Bahkan, relasi bisnisnya pun tidak lagi seputar Indonesia, namun, telah melebar ke beberapa negara, salah satunya adalah China.

Memang benar apa yang dikatakan pepatah Arab, “Man Jadda Wa Jada.” (Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya).

InsyaLlah menjadi manfaat.

INDAHNYA TANGANMU IBU

" Hanya memberi, tak harap kembali
Baai sang surya menyinari dunia "
(AT.Mahmud)


Suasana Idul Fitri masih begitu terasa, meski telah berlalu seminggu kumandang syahdu takbir dari penjuru masjid-masjid di kota kecilku. Alhamdulillah lebaran ini begitu hangat terasa dengan berkumpul bersama keluarga tercinta. semua bersyukur memaknai indahnya kebersamaan di waktu bahagia ini.

Dan Di pagi mulia itu, ibuku sayang mengajakku menemaninya berbelanja ke pusat perbelanjaan, ingin membeli mukenah katanya, karena mukenah yang biasa dipakai untuk menemaninya bersujud shalat sudah mulai usang dan pudar warnanya.

Meski aku bukanlah orang yang sabar untuk berlama-lama tahan di pusat perbelanjaan,pasar, atau sejenisnya namun rasa itu menggerakkan hati ini untuk menemaninya, yaa menemani ibuku yang teramat ingin kubahagiakan.

Kami pun berangkat dan mengunjungi setiap toko yang menyediakan mukenah, lalu ibuku mencoba beberapa mukenah yang dipilih tetapi mengembalikannya kembali karena belum ada yang cocok. begitu katanya. Akupun mulai lelah dan ibu belum juga mendapatkan mukenah yang diinginkannya, Bukankah sama saja bu…?? Kan nantinya juga bisa dipakai untuk shalat, ujarku.. namun ibu hanya membalas pertanyaanku dengan senyumannya..yah..senyuman yang begitu menyejukkah hati.

Akhirnya, pada toko terakhir yang kami kunjungi, kulihat ibu kembali mencoba sebuah mukenah yang begitu cantik terlihat. Warna putih mukenah yang direnda lembut bersama dengan tali pengikatnya di bagian tepi leher, sungguh tak seperti biasa, dan dalam hati aku berguman semoga inilah akhir pencarian ini. Karena ketidaksabaranku, maka untuk pertama kali akupun mengikuti ibu masuk dan berdiri di depan cermin dalam ruang ganti untuk melihat ibu mencoba mukenah itu, aku melihat bagaimana ibu mencoba memakainya dan dengan susah paya mengikat talinya.

Ternyata pada pandanganku terlihat tangan ibu yang sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu dia susah melakukannya. Seketika keidaksabaranku berganti oleh rasa kasihan yang begitu mendalam. Akupun berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan airmata yang mengalir keluar tanpa kusadari. Aku begitu termenung dibuatnya. Lalu setelah mendapatkan ketenangan lagi akupun kembali menjumpai ibu yang sedang membayar di kasir karena jadi membeli mukenah tadi.

Mukenah itu begitu indah, dan perjalanan berbelanja kami berakhir, namun kejadian itu begitu terukir di dalam jiwaku dan tidak akan pernah dapat hilang dari ingatanku. Sepanjang sisa-sisa hari itu, fikiranku tetap saja kembali pada saat berada di dalam ruang ganti pakaian dan terbayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengikat dan memasang mukena putih itu. Kedua tangan yang penuh kasih sayang, yang pernah mebelai kepalaku dengan cinta, menyuapiku makan, memandikan tubuh kecilku dulu, memakaikan baju dan, terlebih dari itu semua, tangan itulah yang sering terangkat berdoa untk kebahagiaan dunia-akhirat anak-anaknya. Sekarang tangan itu pula yang telah menyentuh hatiku begitu lembut sehingga masuk dan membekas di dalam hati.

Senja menjelang, beberapa saat sebelum azan maghrib berkumandang dan sebelum kulangkahkan kaki menuju masjid, kuhampiri ibuku dikamarnya. Kuraih tangan itu, menciuminya dan kukatakan pada hatiku bahwa bagiku tangan itulah yang paling indah di dunia. Alhamdulillah, terimakasih ya Allah.. yang mengajarkan betapa mulianya kasih sayang seorang ibu. Sesaat, akupun membisikkan doa semoga suatu hari nanti tangan dan hatiku pun memiliki keindahannya tersendiri.

***