" Hanya memberi, tak harap kembali
Baai sang surya menyinari dunia "
(AT.Mahmud)
Suasana Idul Fitri masih begitu terasa, meski telah berlalu seminggu kumandang syahdu takbir dari penjuru masjid-masjid di kota kecilku. Alhamdulillah lebaran ini begitu hangat terasa dengan berkumpul bersama keluarga tercinta. semua bersyukur memaknai indahnya kebersamaan di waktu bahagia ini.
Dan Di pagi mulia itu, ibuku sayang mengajakku menemaninya berbelanja ke pusat perbelanjaan, ingin membeli mukenah katanya, karena mukenah yang biasa dipakai untuk menemaninya bersujud shalat sudah mulai usang dan pudar warnanya.
Meski aku bukanlah orang yang sabar untuk berlama-lama tahan di pusat perbelanjaan,pasar, atau sejenisnya namun rasa itu menggerakkan hati ini untuk menemaninya, yaa menemani ibuku yang teramat ingin kubahagiakan.
Kami pun berangkat dan mengunjungi setiap toko yang menyediakan mukenah, lalu ibuku mencoba beberapa mukenah yang dipilih tetapi mengembalikannya kembali karena belum ada yang cocok. begitu katanya. Akupun mulai lelah dan ibu belum juga mendapatkan mukenah yang diinginkannya, Bukankah sama saja bu…?? Kan nantinya juga bisa dipakai untuk shalat, ujarku.. namun ibu hanya membalas pertanyaanku dengan senyumannya..yah..senyuman yang begitu menyejukkah hati.
Akhirnya, pada toko terakhir yang kami kunjungi, kulihat ibu kembali mencoba sebuah mukenah yang begitu cantik terlihat. Warna putih mukenah yang direnda lembut bersama dengan tali pengikatnya di bagian tepi leher, sungguh tak seperti biasa, dan dalam hati aku berguman semoga inilah akhir pencarian ini. Karena ketidaksabaranku, maka untuk pertama kali akupun mengikuti ibu masuk dan berdiri di depan cermin dalam ruang ganti untuk melihat ibu mencoba mukenah itu, aku melihat bagaimana ibu mencoba memakainya dan dengan susah paya mengikat talinya.
Ternyata pada pandanganku terlihat tangan ibu yang sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu dia susah melakukannya. Seketika keidaksabaranku berganti oleh rasa kasihan yang begitu mendalam. Akupun berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan airmata yang mengalir keluar tanpa kusadari. Aku begitu termenung dibuatnya. Lalu setelah mendapatkan ketenangan lagi akupun kembali menjumpai ibu yang sedang membayar di kasir karena jadi membeli mukenah tadi.
Mukenah itu begitu indah, dan perjalanan berbelanja kami berakhir, namun kejadian itu begitu terukir di dalam jiwaku dan tidak akan pernah dapat hilang dari ingatanku. Sepanjang sisa-sisa hari itu, fikiranku tetap saja kembali pada saat berada di dalam ruang ganti pakaian dan terbayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengikat dan memasang mukena putih itu. Kedua tangan yang penuh kasih sayang, yang pernah mebelai kepalaku dengan cinta, menyuapiku makan, memandikan tubuh kecilku dulu, memakaikan baju dan, terlebih dari itu semua, tangan itulah yang sering terangkat berdoa untk kebahagiaan dunia-akhirat anak-anaknya. Sekarang tangan itu pula yang telah menyentuh hatiku begitu lembut sehingga masuk dan membekas di dalam hati.
Senja menjelang, beberapa saat sebelum azan maghrib berkumandang dan sebelum kulangkahkan kaki menuju masjid, kuhampiri ibuku dikamarnya. Kuraih tangan itu, menciuminya dan kukatakan pada hatiku bahwa bagiku tangan itulah yang paling indah di dunia. Alhamdulillah, terimakasih ya Allah.. yang mengajarkan betapa mulianya kasih sayang seorang ibu. Sesaat, akupun membisikkan doa semoga suatu hari nanti tangan dan hatiku pun memiliki keindahannya tersendiri.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar