Jumat, 12 September 2008

RAMADHAN KITA

Nggak terasa, siang dan malam telah sekian lama silih berganti. Hari-hari pun berlalu begitu cepatnya. Musim demi musm berputar dan berulang. Ada saatnya musim duren, musim rambutan, musim panen kaleee hehe…! Kalo di Indonesia ada musim hujan dan kemarau. Kalau ada yang menyempatkan diri mengamati fenomena tahunan, sebentar lagi—tepatnya beberapa hari lagi saatnya datang bulan suci Ramadhan—disana juga biasanya ada banyak musim, musim petasan, musim kolak (hehe..)
Ramadhan. Yupz..disana biasanya ada musim petasan (walau kini sudah banyak yang dilarang..) yang digandrungi pemuda-pemuda berjiwa metal, yang selalu bangga dengan aksesori kekerasannya ( yang sering kali mereka identikkan dengan kejantanan), sehingga kedatangan ramadhan pun mereka sambut dengan dar-der-dor letupan petasan ala pengantin betawi. Biasanya pesta patasan itu dilakukan pas berkumpulnya gadis-gadis, sengaja memang. Hasilnya tau sendiri kan? Jamaah gadis pun berhamburan, berlarian, sambil tereak-tereak diiringi sumpah-serapah, sementara para gadis putih memucat. Kaget ? jelas donk, sementara itu yang empunya petasan justru pada ngakak.
Saat ramadhan pun, bagi sebagian kalangan merupakan saatnya berbuat baik, saat untuk jeda maksiyat, yang berarti pula saat untuk bertobat ria. Sekolah-sekolah secara mendadak bernuansa kehijau-hijauan, orang-orang banyak yang tiba-tiba beratribut baju koko, kerudung (dari yang imut-imut Cuma nempel doank ampe yang syar’i), alinan nasyid dimana-mana—semuanya sekonyong-konyong muncul dan hadir saat Ramadhan tiba. Judi, pelacuran, pub dan klub-klub malam serta diskotek, bahkan jadwal wakuncar, nge-date atau pacaran pun terpaksa ditunda dulu selama bulan Ramadhan. Alasan yang keluar pun beragam. Ada yang terdorong jiwa toleransi, ada yang nggak bisa ngelakonin kemaksiatan karena terpaksa, ada juga yang merasa kurang Pe-De atau bahkan ada juga yang ingin meraup kesempatan beramal di bulan Ramadhan yang mulia. Tapi ada kesamaannya, yaitu semuanya ingin menahan diri dan bersabar saat Ramadhan. Bagi para maksiater (hehe..) atau maksiat mania, bersabar diri untuk tidak bermaksiat selama satu bulan saja. Toh, selepas Ramadhan masih membentang 11 bulan lain. Buktinya, wajah mereka sontak kian cerah di penghujung Ramadhan.
Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan sabarnya jiwa-jiwa yang beriman. Sebab, kesabaran para mukminin dan mukminat yang beriman justru makin menempa dan menambah martabat dan kedudukan mereka di hadapan Rabb-nya. Sungguh wajah mereka penuh sendu dan penuh pengharapan saat-saat menjelang akhir Ramadhan. Harapan untuk menjumpai Ramadhan lagi di kesempatan berikutnya.
Ramadhan mulia. Seiring dengan membengkaknya usia kita, seiring bergulirnya sejarah dan kenangan, sudah berapa ramadhan yang kita lalui ?? apa pula yang di dapat dari setiap Ramadhan itu? Ah, cukup lah tiap diri menghisab dirinya masing-masing.
Sahabat, kian waktu kian dewasa diri kita. Pelita yakin semua sepakat mengenai itu. Demi waktu, seharusnya selama ini kita mampu mengenal mana yang benar dan mana yang salah. Seharusnya kini kita telah membuat kemajuan-kemajuan. Karena kita makin dewasa, makin santun dan makin shalih. Tajwid bacaan Al-qur’an kita harusnya sudah benar dan makin lancar. Begitu pula dengan kaifiyat shalat. Pergaulan kita pun seharusnya makin islami dan beradab. Cara berpakaian, berekonomi, dan akhlaq pun dengan seiringnya waktu seharusnya semakin menampakkan perubahan, tentu saja perubahan yang semakin islami. Yah, intinya tidak layak diri kita mengalami kemandegan alias stagnasi. Rugi…sahabat-sahabat, ditengah-tengah rentang waktu itu, dan saat majunya roda kehidupan—entah, apa saja yang pernah dan sempat kita lakukan. Kebaikan atau keburukan.
Sahabat, tahukah kalau kehidupan kita ini sementara? Keberadaan kita, dan segala yang kita milki serba terbatas, termasuk kehidupan dan alam semesta ini. Semuanya tiada yang kekal, semua bakal musnah dan tiada. Dan secara imani, kita meyakini bahwa setelah kehidupan ini kita akan kembali pada yang menciptakan kita. Dan secara imani pula, kita yakin bahwa di alam sana bakal ada pertanggungjawaban, bakal ada hisab, dan ujungnya sebagai kemurahan janji Allah SWT bakal ada surga dan neraka. Tapi yakin qo..sahabat-sahabat semua sudah tau akan hal itu, iya kan?? Pasti donk….
Sahabat-sahabat, pernahkah tersadar bahwa hidup dan mati berada dibawah kekuasaan dan taqdir-Nya? Ya, kita nggak tau kapan kehidupan kita ini akan berakhir. Yang jelas, setiap saat ajal bisa saja datang dan menjemput kita. Di kalam-Nya, kedatangan maut yang pasti itu, diungkap sebagai “walaw fi burujim-musyayyadah”. Yupz, maut akan menyapa walaupun kita berada dalam benteng yang sangat kokoh lagi tinggi nan menjulang. Entah kapan maut bersua kita. Bisa besok, lusa atau bahkan hari ini. bukan tidak mungkin jika detik ini juga, setelah sahabat-sahabat membaca bulletin ini, sang maut tiba.
Takut? Ngeri? Was-was? Alami memang. Tapi sungguh reaksi yang begituan nggak mendatangkan apa-apa, dan memang nggak perlu. Karena takut atau nggak takut, toh akhirnya datang juga..! tentunya yang mesti jadi titik perhatian kita adalah kematian yang kayak gimana yang bakal kita hadapi kelak? Dalam keadaan baik, atau buruk kah di penghujung usia kita?. Husnul khatimah ataukah su’ul khatimah? Itu saja.
Sahabat-sahabat tentu nggak mau berakhir dan menjumpai Sang Pencipta kita dengan membawa bergumpal-gumpal kesiasiaan. Terlebih lagi menyuguhkan tumpukkan dosa. Na’udzubillah.
Oleh karena itu, seyogyanya kita mempersiapkan diri. Yup hanya itu memang ikhtiar kita. Karena, kematian tidak lagi mengenal dan kompromi dengan usia, tua atau muda. Raihlah kesempatan yang masih ada, termasuk bulan Ramadhan yang akan kita jelang bersama ini sebagai ladang pahala dan taubat. Raihlah sahabat. Dan janganlah meremehkan atau melecehkan setiap peluang, termasuk kesempatan besar di bulan Ramadhan yang hadir. Semoga keberkahan dan karunia Allah SWT dapat kita raih. Amiin.

Tidak ada komentar: