Minggu, 30 Maret 2008

Untuk Cinta yang Sederhana

Setiap pagi, kulihat bapak tua itu duduk di halte bersama barang-barang bekas yang selalu ia kumpulkan, botol plastik, kardus bekas, termasuk koran-koran bekas. Aku sangat simpati sekaligus kagum dengan bapak tua pengumpul barang bekas itu. Betapa tidak, setiap pagi, dia duduk di halte membaca koran-koran bekas. Walaupun berita-berita yang dibacanya telah lewat, tapi ia begitu bersemangat membacanya, seperti tidak ingin terlewatkan oleh berita-berita di koran-koran bekas tersebut.

Suatu hari, aku tergerak ingin menyapanya. Ah... Sungguh teduh wajahnya ketika kulihat dari dekat. Aku berbincang-bincang sebentar dengannya. Aku berdecak kagum. Walaupun jarak rumahnya jauh di pinggiran kota Jakarta, tetapi ia masih mempunyai semangat menuju pusat kota Jakarta untuk berusaha agar tetap dapat menghidupi keluarganya. Semua itu ia lakukan karena cintanya pada keluarga.

Karena waktu beranjak siang, aku harus segera bergegas menuju tempat aktivitas sehari-hari. Sebelum pergi meninggalkannya, kusisihkan sedikit rizki untuk sekedar membantunya. Ketika menerima pemberianku, bapak tua itu mengucapkan terima kasih dan berdo'a dengan khusyu-nya. Betapa terharu diri ini ketika mendengar do'a-do'a yang terucap dari bibirnya terlantun untukku.

Dalam perjalanan, aku merenung tentang perjuangan bapak tua itu. Segala yang ia kerjakan, ia lakukan bukan hanya untuknya semata, semuanya ia lakukan dengan penuh cinta untuk sebuah cinta bagi keluarganya. Senyum dan sapanya untukku adalah saksi betapa bapak tua itu sangat mengagungkan cinta walaupun mungkin terlalu sangat sederhana.

Tidak ada komentar: