Daun pintu kamar kos saya baru terbuka setengahnya dari luar saat telinga saya menangkap ujung nada dering hp saya yang tergeletak di atas rak buku sepulang dari shalat jama’ah Ashar di masjid sore itu.
Oh, ternyata dari adik perempuan saya. Dia sudah miscall dua kali.
“Ada apa, De?” Sms saya saat itu juga.
Beberapa saat berselang, hp saya kembali menjerit. Surprise! Dia tidak membalas sms saya, tetapi dia kembali ngebell ke hp saya.
Terdengar suara-suara ribut di seberang sana setelah saya mengucap salam. Suara-suara renyah cewek!
“Kak, aku lagi di warnet sekarang. Email-nya kok gak bisa dibuka ya? Gimana nih? Aku sudah tulis user ID-nya, terus password-nya, tapi masih tetap gak bisa juga. Gimana sih, Kak?” berondongnya serta merta, sedikit manja.
Olala, ternyata dia mengikuti saran saya untuk membuat sebuah address email dan “berkenalan” dengan dunia maya. Tepat seminggu sebelumnya, setelah saya membelikannya pulsa sepuluh ribu, dia menelpon saya dan kami ngobrol hampir setengah jam-an dalam sebuah keakraban yang ceria.
Salah satu butir dari obrolan kami malam itu ialah saya “memaksanya” untuk sesekali mampir dan berselancar di dunia maya, biar tidak terlalu gaptek. Dan ia menepati janjinya. Menyempatkan ke sebuah warnet dengan tiga orang teman kuliahnya nun jauh di kota Bengkulu sana.
Dengan sabar, telaten dan sepenuh cinta, saya jawab dan jelaskan padanya tentang cara sign-in, mengecek surat-surat yang masuk, mengirim surat, juga termasuk cara bergabung di komunitas friendster. Sambil mengikuti petunjuk saya, dia masih terus bertanya seputar dunia maya.
Oh, ternyata dari adik perempuan saya. Dia sudah miscall dua kali.
“Ada apa, De?” Sms saya saat itu juga.
Beberapa saat berselang, hp saya kembali menjerit. Surprise! Dia tidak membalas sms saya, tetapi dia kembali ngebell ke hp saya.
Terdengar suara-suara ribut di seberang sana setelah saya mengucap salam. Suara-suara renyah cewek!
“Kak, aku lagi di warnet sekarang. Email-nya kok gak bisa dibuka ya? Gimana nih? Aku sudah tulis user ID-nya, terus password-nya, tapi masih tetap gak bisa juga. Gimana sih, Kak?” berondongnya serta merta, sedikit manja.
Olala, ternyata dia mengikuti saran saya untuk membuat sebuah address email dan “berkenalan” dengan dunia maya. Tepat seminggu sebelumnya, setelah saya membelikannya pulsa sepuluh ribu, dia menelpon saya dan kami ngobrol hampir setengah jam-an dalam sebuah keakraban yang ceria.
Salah satu butir dari obrolan kami malam itu ialah saya “memaksanya” untuk sesekali mampir dan berselancar di dunia maya, biar tidak terlalu gaptek. Dan ia menepati janjinya. Menyempatkan ke sebuah warnet dengan tiga orang teman kuliahnya nun jauh di kota Bengkulu sana.
Dengan sabar, telaten dan sepenuh cinta, saya jawab dan jelaskan padanya tentang cara sign-in, mengecek surat-surat yang masuk, mengirim surat, juga termasuk cara bergabung di komunitas friendster. Sambil mengikuti petunjuk saya, dia masih terus bertanya seputar dunia maya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar