Kamis, 22 Oktober 2009

Kenapa kita mesti menjalani hidup ini???

Pertanyaan sederhana…meski kadang jadi bingung bagaimana menjawabnya… :)

Dalam suatu perjalanan hidup, cita-cita terbesar semua orang adalah menuju Surga. Meski kadang sebagian menjadi ragu apakah Surga itu nyata…’toh sejak nabi Adam as sampai detik ini sulit dibuktikan..karena agar bukti menjadi nyata harus terjadi kiamat terlebih dahulu’

Sebenarnya nyata tidaknya surga itu bukan hal yang sulit untuk dianalisa…misal klo ternyata Surga dan Neraka itu nggak ada maka kita nggak rugi ketika sudah terlanjur menjadi orang yang bertaqwa karena amal kita selama hidup nggak akan sebanding dengan nikmat yang diterima dari lahir sampai mati…..tapi jika ternyata Surga dan Neraka benar-benar ada, maka bisa dipastikan orang-orang yang terlanjur durhaka kepada Allah akan minta “kesempatan kedua” untuk hidup di dunia agar bisa termasuk golongan yang bertaqwa….jadi biar simple / sederhana…kita semua bisa menganggap bahwa kehidupan kita di dunia adalah “kesempatan kedua” sehingga semuanya berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk menjadi calon penghuni Surga.

Perjalanan menuju Surga adalah proses yang menentukan setiap tapak langkah kita. Setiap hembusan nafas, detik jantung, dari siang menuju malam. Semua menuju titik yang sama, agar kita menjadi penghuni surga.

Setiap insan mempunyai hak yang sama atas waktu. Tidak ada seorangpun melebihi dari yang lain. Hari Senin yang sekarang pasti berbeda dengan hari Senin kemaren meski kebetulan namanya sama-sama Senin. Namun tak jarang setiap kita berbeda dalam menentukan sikapnya. Ada yang berjuang untuk melaluinya dengan membunuh waktu –‘bersantai ria’ – . Tidak pula sedikit yang merasakan sempitnya kesempatan yang ada.

Apa rahasia terbesar dalam hidup ini? Melewati hari ini dengan penuh makna. Makna tentang cinta, ilmu, dan iman. Dengan cinta hidup menjadi indah. Dengan ilmu hidup menjadi mudah. Dan dengan iman hidup menjadi terarah.

“Usia yang sudah sepuh tak menyurutkan tekad Muhammad Abdullah Musa untuk menghafal Alquran. Memasuki usia 70 tahun, warga Arab Saudi ini berhasil menyelesaikan hafalan Alquran-nya dan lulus dengan penghargaan dari Lembaga Tahfizul Quran, Jeddah, dengan nilai 91………..”. Ini merupakan contoh kecil bagi yang bersungguh-sungguh pasti bisa…jika ‘GOAL’ yang akan dicapai itu baik tapi kok sulit tercapai maka kita perlu instropeksi diri…mungkin masih belum bersungguh-sungguh..mungkin dosa-dosa kecil kita terlalu banyak…mungkin amalan sunnah kita terlalu sedikit…dan masih banyak lagi hal-hal yang perlu kita ‘evaluasi’.

Hidup ini merupakan proses pembelajaran menuju lebih baik dan memahami akan cinta yang Allah SWT berikan buat manusia di dunia ini.

Kita pasti sering mendengar bahwa Ketika hari ini lebih baik dari hari kemaren maka termasuk orang yang BERUNTUNG; Ketika hari ini sama dari hari kemaren maka termasuk orang yang MERUGI; dan apabila hari ini lebih buruk dari hari kemaren maka termasuk orang yang CELAKA.

Jadi buatlah nilai tambah meskipun kecil setiap harinya…semoga kita selalu termasuk dalam golongan orang-orang yang BERUNTUNG….

Amin 3X....

“Semoga bermanfaat”

Belajar Meredam Rasa Tersinggung

Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya rasa ketersinggungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain. Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari ketersinggungan adalah habisnya waktu kita karena terlalu memikirkan sikap orang lain terhadap kita

Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan. Jika kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan lainnya. Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu keharusan.

Apa yang menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan seseorang timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, baik, tampan, dan merasa sukses. Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan, maka apabila ada yang menilai kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri.

Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai lebih kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya telah berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang sudah berbuat. Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan membuat kita makin tersinggung.

Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam ketersinggungan
Pertama, belajar melupakan. Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita pemuka agama lupakan kepemuka agamaan kita. Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu, dan seterusnya. Anggap semuanya ini berkat dari Allah agar kita tidak tamak terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali berkat ilmu yang dipercikkan oleh Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta sedikit pun kecuali sepercik titipan berkat dari Allah. Kita tidak mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang Allah telah berikan dan dipertanggung jawabkan. Dengan sikap seperti ini hidup kita akan lebih
ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan dihormati, akan kian sering kita sakit hati.

Kedua, kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat. Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa menyikapinya dengan tepat. Kita akan merugi apabila salah menyikapi kejadian dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri sendiri menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang lain kepada kita, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini episode atau ujian yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita.

Ketiga, kita harus berempati. Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah seseorang yang tengah menuntun gajah dari depan dan seorang lagi mengikutinya di belakang Gajah tersebut. Yang di depan berkata, "Oh indah nian pemandangan sepanjang hari". Kontan ia didorong dan dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab, sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah. Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah tersinggung cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat mengendalikan diri.

Keempat, jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang peningkatan kwalitas diri dan memanfaatkan kesempatan untuk menjadikan itu semua sebagai ladang amal, yaitu, dengan memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan

"Semoga Bermanfaat"

GO...GO...MOSLEM RANGER

Assalam... Peace be Upon U...

Setiap kejadian sudah dalam skenarioNya . . .
ada yang memberi ada yang menerima
ada yang diterima ada yang tidak diterima
ada yang diam ada yang berusaha terus bergerak
Tuntun Kami ya Alloh agar selalu ikhlas dengan segala ketentuanMu, Aameen.

Today go to padang until Nov...
GO...GO...MOSLEM RANGER

KOORD HAPPY CENTER DAARUT TAUHIID for SUMBAR