Rabu, 18 Maret 2009

PEKERJA KERAS

Ada seorang ibu karyawan tua di kantor dulu tempat saya bekerja. Saya tahu penghasilan yang ia peroleh kecil dan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dalam satu bulan. Anehnya ia tidak pernah mengeluh, atau menyesali pekerjaannya. Ia selalu bersemangat dalam bekerja. Ia menunjukkan disiplin yang tinggi dalam bekerja. Selalu datang sebelum jam kantor, dan pulang tepat pada waktunya.

Sekian lama saya mengamati karyawan penuh disiplin itu. Suatu saat selepas sholat saya berbincang-bincang dengannya.

“Ibu selalu disiplin ya,” kataku mengawali pembicaraan.

“Disiplin kepripun to Dok?” jawabnya.

“Nggak bu, itu saya lihat ibu selalu disiplin bekerja. Datang pagi, pulang tepat waktu meski pekerjaan telah selesai. Bukannya itu disiplin bu namanya? Padahal saya tahu, sudah puluhan tahun ibu bekerja dan gaji ibu –nyuwun sewu kan kecil. Kok bisa bu?”

“Wah saya ini hanya orang kecil Pak Dokter. Masih ada yang mau menggaji saya saja sudah alhamdulillah. Coba bayangkan jika saya tidak bekerja di sini, mungkin keadaan keluarga saya jauh lebih buruk dari sekarang. Jika mengingat hal itu Dok, rasanya sudah pantas kalau saya membalasnya dengan kerja yang baik, tidak korupsi waktu, dan tidak banyak mengeluh. Saya sangat bersyukur sekali lho Dok, bisa bekerja,” urai ibu karyawan itu tanpa sedikitpun unsur kesombongan di dalamnya. Lalu ditambahnya, “Pekerjaan kita insya Allah sudah halal, jadi kalau bisa jangan kita hilangkan barokahnya dengan mengurangi timbangan.” –Maksudnya ibu ini adalah jangan korupsi di semua aspek, termasuk yang sering yaitu korupsi waktu.

Betapa terpukau saya mendengar penuturan polos dari ibu ini. Di saat orang-orang menuntut kenaikan gaji, menuntut dapat insentif sana-sini, berlomba korupsi sana-sini, berlomba mencari kedudukan dengan segala cara, ibu ini telah mengajarkan suatu yang saat ini baru saya temui. Sebuah rasa SYUKUR. Mungkin waktu sekolah dulu saya telah diajari tentang bagaimana syukur itu, bahwa Allah akan menambah rejeki bagi mereka yang bersyukur. Namun dalam kehidupan sehari-hari inilah contoh yang saya lihat. Betapa indahnya. Dan benarlah firman Allah dalam QS. Ibrahim (14) ayat 7

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Saya lihat kehidupan ibu karyawan itu memang sederhana, namun semua putranya tidak ada yang sampai meninggalkan bangku sekolah. Saya tidak mengerti bagaimana ia bisa membiayai sekolah putra-putranya, padahal suaminya sendiri hanya bekerja serabutan. Namun begitulah ketetapan Allah. Dan terima kasih bu, saya mendapat pelajaran berharga hari ini.

...
Kita memiliki 4 minggu yang sama dalam 1 bulan.
7 hari yang sama dalam 1 minggu
24 jam yang sama dalam 1 hari

Dalam 24 jam itu
Ada dari kita yang bisa mengurus negara, perusahaan raksasa
Rumah Sakit Internasional bahkan mengendalikan Angkatan Perang
.........
Namun dalam 24 jam yang sama
Ada yang bahkan mengurus dirinya sendiri saja tidak mampu....

Ada di antara kita yang menerima bayaran 5 juta rupiah
Dan selalu kekurangan dalam setiap bulannya
Sehingga ia harus menutupnya dengan berutang sana-sini
Dan ia semakin terjerat karenanya

Namun ada yang hanya menerima 500 ribu rupiah
Ia bisa mengembangkan bisnisnya
Bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi
Bisa menyisihkan sebagian untuk tabungan
Bisa menyisihkan sebagian untuk kaum miskin
Bahkan ia bisa membawa serta kedua orang tuanya naik haji.

Dimanakah letak perbedaanya? Apakah waktu dan penghasilan yang kurang? Bukan, tetapi rasa syukur dan manajemenlah yang berbeda dari keduanya

KEKUATAN AIR MATA

Ia hadir hampir dalam setiap denyut nadi gerakan dan aktivitas mahasiswa. Penampilannya sederhana. Sikapnya santun. Mudah tersenyum. Suka menyapa, perhatian, dan ringan tangan. Saya baru mengenalnya ketika mengikuti sebuah acara seminar. Ia tampil sebagai pemateri. Air mukanya yang jernih dan tenang telah mampu menarik perhatian setiap pendengar. Untaian kata-katanya yang lembut, jelas dan tepat semakin menjadi daya tarik tersendiri bagi semua orang. Kata-katanya penuh ilmu dan hikmah. Bahkan candanya sekalipun tak kosong dari ilmu dan hikmah. Sehingga kesempatan bisa duduk dan ngobrol dengannya menjadi kesenangan tersendiri bagi saya.

Sangat gemar membaca, tak jarang setelah seharian kuliah ia sering ditemukan asyik menikmati buku-buku di Perpustakaan Mahasiswa . Full aktivitas, kegiatannya hampir tak terputus dan tanpa henti. Kendati demikian ia tidak pernah kehilangan kesempatan shalat berjamaah di mesjid, takbir pertama bersama imam. Walau sibuk, ia tak lupa menyempatkan diri bermesraan dengan mushâf saku yang selalu ia bawa. Ia selalu tampak kuat, bersemangat dan bisa menyelesaikan setiap pekerjaan dengan baik. Kebaikan yang ada pada dirinya mendorong saya untuk ingin lebih dekat mengenalnya. Saya ingin mengetahui apa yang menjadi rahasia kekuatan semangat, ketenangan dan kejernihan hati dan pikirannya.

Menurut salah seorang teman yang tinggal serumah dengannya, bahwa ia sering kedapatan menangis. Ya, ia sering ditemukan terisak menangis. Ketika ditanya kenapa ia menangis, ia berkata, "Akhi, kita hidup di dunia hanya sebentar, kematian datang kapan saja, setiap amal kita akan dihisab dan saya tidak tahu apakah kelak di akhirat saya akan tergolong menjadi ahli sorga ataukah neraka."

Suatu kali ketika shalat subuh berjamaah, saya berdiri di sampingnya. Dan saat itu imam membaca ayat, "Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang. Maka dia akan berteriak, "celakalah aku". Dan dia akan masuk kedalam api yang menyala-nyala(neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira dikalangan kaumya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya." (Al-Insyiqâq: 10-15 ). Saya mendengar ia menangis sejadi-jadinya, saya seakan-akan mendengarkan air mendidih dari rongga dadanya.

Seusai shalat, saya melihat tangisan itu masih membekas di wajahnya. Hatinya begitu lembut, begitu mudah tersentuh dengan Al-Qur`ân.

Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulu kita, para Al-Salafus Sâlih. Menurut suatu riwayat, jika mengerjakan shalat subuh, Umar Ra. sering membaca surat Al-Kahfi, Thaha dan surat-surat lain yang sama panjangnya dengan surat itu. Pada saat itulah Umar Ra. sering menangis sehingga tangisannya terdengar ke barisan belakang. Pada suatu ketika dalam shalat subuh , Umar Ra. membaca surat Yusuf, ketika sampai pada ayat, "Sesungguhnya hanya pada Allah saya mengadukan kesusahan dan kesedihanku. " ( Yusuf : 86 )

Umar Ra. menangis terisak-isak sehingga suaranya tidak lagi terdengar ke belakang. Terkadang dalam shalat tahajudnya Umar Ra. membaca ayat-ayat Al-Qur`ân sambil menangis sehingga ia terjatuh dan sakit. Inilah perasaan takut pada Allah seorang yang apabila disebut namanya saja, akan menggetarkan dan membuat takut hati raja-raja besar.

Rasulullah Saw. bersabda, "Akar dari kebijaksanaan adalah takut kepada Allah."

Suatu hari Rasulullah Saw. melewati seorang sahabat yang sedang membaca Al-Qur`ân, ketika sahabat tadi sampai pada ayat, "Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah seperti kulit yang merah." (Ar-Rahman: 37), maka bulu pembaca tadi berdiri tegak dan dia menangis terisak-isak dan berkata, "Aduh, apakah yang akan terjadi pada diriku apabila langit terbelah pada hari kiamat? Sungguh malang nasibku." Nabi berkata padanya, "Tangisanmu membuat para malaikat ikut menangis bersamamu."
Abdullah bin Rawahah salah seorang sahabat Rasulullah Saw., pada suatu hari menangis dengan sedihnya, melihat keadaan itu istrinya pun turut menangis bersamanya. Dia bertanya pada istrinya, "Kenapa engkau menangis?" istrinya menjawab, "Apa yang menyebabkan engkau menangis, itulah yang menyebabkan saya menangis." Abdullah berkata, "Ketika saya ingat bahwa saya harus menyeberangi neraka melalui shirat, saya tidak tahu apakah saya akan selamat atau tidak."

Rasulullah Saw. bersabda : "Wajah yang dibasahi air mata karena takut pada Allah walaupun sedikit akan diselamatkan dari api neraka." Beliau juga bersabda, "Jika seseorang menangis karena takut pada Allah maka dia tidak akan masuk neraka, seperti tidak mungkinnya air susu masuk kembali ke putingnya."

Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Adakah diantara pengikut-pengikutmu yang akan masuk surga tanpa hisab?", "Ia" jawab Nabi. "Dia adalah orang yang banyak menangis karena menyesali dosa-dosa yang telah ia lakukan."

Dalam kesempatan lain Rasulullah Saw. bersabda, "Ada dua jenis tetesan yang sangat disukai oleh Allah, tetesan air mata karena takut pada-Nya dan tetesan darah karena perjuangan di jalan-Nya."

Sungguh masih banyak lagi riwayat yang menjelaskan penting dan bermanfaatnya menangis karena takut pada Allah Swt. sambil menyesali dosa-dosa dan mengingat kebesaran Allah. Dan kisah-kisah diatas adalah suatu teladan bagi kita.
Ternyata air mata tidak selamanya menjadi simbol kelemahan, di dalamnya justru terdapat kekuatan, ada daya rubah yang luar biasa. Dengannya banyak pekerjaan besar bisa diselesaikan secara optimal. Terutama saat-saat bersama Al-Qur`ân, disaat sendiri mengingat dosa dan kesalahan.

Marilah kita melihat diri kita yang bergelimang dengan noda dan dosa, diri yang tidak pernah merasa takut dengan siksa Allah. Mata yang sangat jarang atau bahkan tidak pernah menangis karena takut pada Allah. Dan mari kita hitung, sampai detik ini, sudah berapa kali air mata kita menetes karena takut pada Allah? Karena mengingat dosa-dosa dan kesalahan kita dan karena mengingat siksa-Nya. Wallâhul musta`ân wa a`lam

Minggu, 01 Maret 2009

LELAKI SEMESTA

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja
bahkan sudah mendekati malam,pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi
dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. mereka
menikah sudah lebih 32 tahun

Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa,setelah
istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa
digerakkan itu terj adi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh
tubuhnya menj adi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah
tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan
mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia
letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya
tersenyum, untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari
rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan
siang. sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan
selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan
apa2 saja yg dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak
suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap
berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan pak suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar
dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka,
sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka
sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah
tinggal dengan keluarga masing2 dan pak suyatno memutuskan ibu mereka dia yg
merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata " Pak kami ingin
sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak
ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak....... . ..bahkan bapak tidak
ijinkan kami menjaga ibu" .

dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg
keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan
mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban
seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan
merawat ibu sebaik-baik secara bergantian".

Pak suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka."
Anak2ku .......... Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu,
mungkin bapak akan menikah..... tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian
disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian..
sejenak kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadi r
didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan
apapun. coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya
seperti Ini. kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia
meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak
yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan
ibumu yg masih sakit." Sejenak meledaklah tangis anak2 pak suyatno
merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu
suyatno..dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu..

Sampailah akhirnya pak suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV
swasta untuk menj adi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada pak suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa2..disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg
hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru
disitulah pak Suyatno bercerita.

"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya,
tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian )
adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup
saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya
dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4
orang anak yg lucu2.. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama..dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"